KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis sampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah “Wakaf Tunai” ini. Dan juga
penulis berterima kasih pada Ibu Yessi Nesneri, SE, MM selaku dosen mata kuliah
Bank Lembaga Keuangan Syari’ah yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai apa itu wakaf tunai dan pengaplikasiannya dalam
kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk
itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Pekanbaru,
29 Oktober 2014
Tim
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf bukanlah sesuatu yang asing
bagi umat Islam karena eksistensinya bisa dikatakan hampir bersamaan dengan
eksistensi Islam dan umat Islam itu sendiri. Masih segar dalam ingatan umat
Islam, bahwa ketika Rasulullah, pembawa risalah Islam, berhijrah dari Makkah
menuju Madinah dan sesampainya di Madinah beliau memperkenalkan wakaf kepada
kaum Muslimin, di mana pada masa itu kaum asli Madinah yang bernama kaum Najja
mendapatkan tawaran dari Rasulullah, untuk mewakafkan tanahnya karena ketika
itu beliau memerlukan tanah untuk pembangunan masjid. Baliau mengatakan:”Wahai
Bani Najja, maukah kalian menjual kebun kalian ini?” Mereka menjawab:”(Ya!, tapi),
demi Allah, kami tidak akan meminta harganya, kecuali mengharapkan pahala dari
Allah.” Kemudian beliau mengambilnya, lalu membangun masjid di atasnya.” Dari
sinilah, lalu menjadi tradisi umat Islam mewakafkan tanah-tanah miliknya untuk
keperluan pembangunan masjid dan kepentingan umum lainnya.
Selama ini sebagian umat Islam telah
terbiasa mewakafkan harta bendanya yang tetap (tidak bergerak) seperti tanah,
namun untuk mewakafkan harta bendanya yang tidak tetap (bergerak) tidak begitu
terbiasa. Hal tersebut tidak terlepas dari pemahaman tentang lebih afdholnya
mewakafkan harta benda berupa benda tetap seperti tanah dari pada benda lainnya
yang bergerak. Keafdholan tersebut ditopang atas alasan antara lain, karena
yang dicontohkan Rasulullah adalah wakaf tanah dan karena tanah merupakan harta
benda yang bisa dibilang kekal sifatnya atau tidak gampang musnah, meskipun
bisa musnah. Sedang untuk wakaf berupa benda lainnya tidaklah seperti demikian
keadannya. Namun pada tahun 2004, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, yang di dalamnya menentukan
bahwa benda yang dapat diwakafkan tidak saja benda tetap (tidak bergerak)
tetapi terdiri dari benda bergerak dan tidak bergerak. Di antara benda yang
bergerak yang dapat diwakafkan adalah wakaf tunai (wakaf uang). Wakaf jenis ini
telah diintroduser oleh Prof. Dr. A. Mannan, Ketua Sosial Invesment Bank Ltd.
Dhaka, Bangladesh, seorang ekonom yang terkemuka dan cendekiawan Muslim yang
sejak lama dikenal memiliki komitmen yang jelas terhadap sistem ekonomi Islam.
B.
Rumusan
Masalah
Bertolak dari Latar belakang Masalah di atas, maka
dalam panulisan makalah ini dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dan bagaimana
sejarah wakaf dan wakaf tunai?
2. Bagaimana perkembangan wakaf tunai
di Indonesia?
3. Bagaimana konsep serta potensi wakaf
tunai di Indonesia?
4. Bagaimana pengelolaan dana wakaf
tunai di Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
Secara umum tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui secara mendalama apa itu
wakaf, berikut tujuan penulisan makalah
ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian, tujuan,
rukun dan sejarah wakaf
2. Untuk mengetahui perkembangan wakaf di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui konsep serta
potensi wakaf tunai di Indonesia
4. Untuk mengetahui pengelolaan dana
wakaf tunai di Indonesia.
5. Untuk mengetahui bagaimana hubungan
wakaf tunai dan pemberdayaan masyarakat
6. Untuk mengetahui perbedaan antara
wakaf, shadaqah/hibah
7. Untuk mengetahui apa itu BadanWakaf
Indonesia
WAKAF TUNAI
1. PENGERTIAN WAKAF MENURUT PARA AHLI
Secara
etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia
merupakan kata yang berbentuk masdar yang pada dasarnya berarti menahan,
berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti
tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah
tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Orang
yang mewakafkan hartanya disebut Wakif, sedangkan orang yang menerima
harta wakaf disebut Nazhir. Harta benda wakaf adalah
harta benda yang memiliki daya tahan lama dan atau manfaat jangka panjang serta
mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Harta yang
sering diwakafkan misalnya tanah atau bangunan.
Sebagai
satu istilah dalam syariah Islam, wakaf
diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan
menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Atau Wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal
abadi secara fisik zatnya serta dapat digunakan untuk sesuatu yang benar dan
bermanfaat. Contoh wakaf yaitu seperti mewakafkan sebidang tanah untuk
dijadikan lahan makam penduduk setempat, wakaf bangunan untuk dijadikan masjid,
dan lain-lain. Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat
dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda
pada hukum yang ditimbulkan. Definisi
wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai
menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan
manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu
al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta
wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan
artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset
hartanya.
Kedua,
Malikiyah berpendapat, wakaf adalah
menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara
sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi
wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang
berhak saja.
Ketiga,
Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan
menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain)
dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk
diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376).
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi
bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta
dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).
Keempat,
Hanabilah mendefinisikan wakaf
dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan
menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para
ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004,
wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
.Dari
beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan
kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam.
Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004
yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis
harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum.
HARTA BENDA WAKAF
1. WAKAF BENDA TIDAK BERGERAK
Pasal 16 ayat 2, UU
No.41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa benda tidak bergerak yang dapat diwakafka
yaitu:
1) Hak
atas tanah sesuai dengan perundang-undangan
2) Bangunan
3) Tanaman
dan benda lain yang berkaitan dengan Tanah
4) Hak
milik atas satuan rumah susun sesuai dengan perundang-undangan
5) Benda
tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan-peraturan perundang-undangan
yang berlaku
2.
WAKAF
BENDA BERGERAK
Pasal 16 Ayat 3,
UU NO.41 Tahun 2004 benda bergerak yang diwakafkan, yaitu:
1)
Uang
2)
Logam Mulia
3)
Surat berharga (Securities)
4)
Kendaraan
5)
Hak atas Kekayaan Intelektual
6)
Hak Sewa
2. SEJARAH WAKAF
Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah
SAW dan disyariatkan setelah Nabi SAW di Madinah, tepatnya pada tahun kedua
Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli fuqaha tentang
siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat
ulama, yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah Saw, yaitu wakaf
tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’adz, ia berkata: “Kami
bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan Umar,
sedangkan orang-orang Ansor mengatakan Rasulullah Saw.
Ketika itu (tahun ketiga Hijriyah)
Rasulullah pernah mewakafkan tujuh buah kurma di Madinah, diantara adalah kebun
“Araf, Shafiyah, Dalal, Barqah, dan kebun lainnya.
Sedangkan ulama yang berpendapat
Umar bin Khaththab adalah orang yang pertama kali melaksanakan wakaf,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. Disampaikan, bahwa sahabat
Umar ra memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap Rasulullah
untuk minta petunjuk.
Rasulullah mengatakan, “Bila
engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya),
tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan . Ibnu Umar berkata, “Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak dilarang bagi
yang mengelola (nadzir) wakaf, makan dari hasilnya dengan cara yang baik
(sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.”
(HR. Muslim).
Selanjutnya, wakaf juga dilakukan
Umar bin Khaththab, disusul Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya
(Bairaha). Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW lainnya, seperti Abu Bakar
As-Shiddiq yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan
kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah.
Begitu juga Utsman ra menyedekahkan
hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur, Mu’adz
bin Jabal mewakafkan rumahnya yang populer dengan sebutan “Daar Al-Anshar”.
Kemudian wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin
Awwam, dan Aisyah (istri Rasulullah saw).
Praktik wakaf menjadi lebih luas
pada masa Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah. Banyak orang memberikan wakaf,
tidak hanya untuk orang-orang fakir miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal
untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji
para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.
Antusiasme masyarakat kepada
pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan
wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat.
3.
PERKEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA
Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal
seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan
dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini
terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah
wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa
dakwah pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial (Indonesia merdeka).
Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentuk kegiatan wakaf. Karena pada
masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok
pesantren, masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah
wakaf.
Namun,
perkembangan wakaf di kemudian hari tak mengalami perubahan yang berarti.
Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti pembangunan
masjid, mushalla, langgar, madrasah, perkuburan, sehingga kegiatan wakaf di
Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak
Walaupun
beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan makanisme wakaf,
seperti PP Nomor 28 Tahun 1977 tetang perwakafan tanah milik, akan tetapi PP
ini hanya mengatur wakaf pertanahan saja. Ini berarti tak jauh beda dengan
model wakaf pada periode awal, identik dengan wakaf tanah, dan kegunaannya pun
terbatas pada kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah, dan
lain-lain.
Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama dan tidak ada aturan lain yang dibentuk hingga tahun 2004. Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka tidaklah heran jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami stagnasi. Walaupun cukup banyak lembaga wakaf yang berdiri, akan tetapi hanya sebagian kecil lembaga wakaf (nazhir) saja yang mampu mengelola harta benda wakaf secara optimal. Sehinga dapat dikatakan bahwa perkembangan wakaf di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi ketika pda tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tesebut menarik dan mampu memberikan energi untuk menggerakkan perkembangan wakaf.
Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama dan tidak ada aturan lain yang dibentuk hingga tahun 2004. Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka tidaklah heran jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami stagnasi. Walaupun cukup banyak lembaga wakaf yang berdiri, akan tetapi hanya sebagian kecil lembaga wakaf (nazhir) saja yang mampu mengelola harta benda wakaf secara optimal. Sehinga dapat dikatakan bahwa perkembangan wakaf di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi ketika pda tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tesebut menarik dan mampu memberikan energi untuk menggerakkan perkembangan wakaf.
Kemudian
pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut konsep tersebut dengan
mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (waqf al-nuqud). Fatwa MUI
tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No. 41/2004 tentang wakaf yang
menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bergerak, tetapi juga dapat
berupa benda bergerak, seperti uang. Selain itu, diatur pula kebijakan
perwakafan di Indonesia, mulai dari pembentukan nazhir sampai dengan
pengelolaan harta wakaf.
Untuk dapat menjalankan fungsinya, UU ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama tentang Wakaf Uang (PMA wakaf uang) yang akan menjadi juklak dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Dan setelah melalui proses panjang, pada penhujung tahun 2006 terbitlah PP No. 42/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf. Setelah itu, pada juli 2007 keluar Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010.
Untuk dapat menjalankan fungsinya, UU ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama tentang Wakaf Uang (PMA wakaf uang) yang akan menjadi juklak dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Dan setelah melalui proses panjang, pada penhujung tahun 2006 terbitlah PP No. 42/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf. Setelah itu, pada juli 2007 keluar Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010.
4.
RUKUN WAKAF
Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif).
Hendaklah dalam keadaan sehat
rohaninya dan tidak dalam keadaan terpaksa atau keadaam dimana jiwanya
tertekan.
Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf).
Harus jelas wujudnya atau zatnya dan
bersifat abadi. Artinya bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat diambil manfaatnya untuk jangka
waktu yang lama.
Ketiga, orang yang menerima manfaat
wakaf (al-mauquf 'alaihi). Dapat
dibagi 2 macam, yaitu wakaf khairy dan wakaf dzurry. Wakaf khairy
adalah wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak
tertentu tetapi untuk kepentingan umum. Sedangkan wakaf dzurry adalah wakaf
dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu yaitu keluarga
keturunannya.
Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah). baik dengan lafadz, tulisan maupun isyarat.
5.
TUJUAN WAKAF
Menurut Ulama
Thohir bin Asyura, Tujuan disyariatkannya Wakaf mengandung arti sebagai
berikut:
·
Memperbanyak
harta untuk kemashlahatan Umum dan khusus, sehingga menjadikan amal perbuatan
manusia tidak terpotong pahalanya hingga datang kematian. Berdasarkan Hadis
Nabi “Ketika Manusia meninggalkan Dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga
hal. “Diantaranya adalah Shadaqah Jariyah…”
·
Pemberian
harta wakaf itu merupakan sumber dari bersihnya hati yang tidak dicampuri
dengan keraguan-keraguan, karena hal itu merupakan bukti adanya kebaikan dan
kedermawanan yang dikeluarkan karena adanya rasa cinta tanpa adanya ganti
sedikitpun. Dan berpengaruh pada pemberian kemanfaatan dan pahala yang
berlimpah-limpah.
·
Memperluas
semua jalan yang bersumber pada kecintaan orang yang memberikan harta. Karena
orang yang memberi merupakan wujud dari kemuliaan jiwa yang semuanya mendorong
pada rasa harumnya keberagamaan dan kemuliaan akhlak. Dapat disimpulkan bahwa
tidak ada keselamatan bagi orang yang kikir terhadap harta dan jiwanya menjadi
kotor, sebagaimana Allah SWT menyebutkan dalam al-Qur’an bahwa Syaithan selalu
menakut-nakuti umat manusia pada kefakiran.
·
Wakaf
menjadikan harta tidak sia-sia kembali dan dapat memberikan arti pada hak-hak ahli
waris sebagaimana kebiasaan adat Jahiliyyah dan akan memberikan dampak sosial
yang lebih untuk perbaikan masyarakat.
·
Melalui
wakaf dapat menumbuhkan sifat zuhud, dan melatih seseorang untuk saling
membantu atas kepentingan orang lain.
·
Menanamkan
kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu meski telah menjadi milik
seseorang secara sah, tetapi masih ada di dalamnya harta agama yang mesti
diserahkan sebagaimana halnya juga zakat.
·
Menyadarkan
seseorang bahwa kehidupan di akhirat memerlukan persipan yang cukup . Maka
persipan bekal itu diantaranya wakaf, sebagai timbangan akhirat.
·
Membentuk
tali hubungan yang erat antara si wakif dengan mauquf ‘alaih atau antara si
kaya dan si miskin sehingga terciptalah rasa kesetiakawanan sosial. Pada sisi
lain dapat dilihat bahwa tujuan dari wakaf untuk meningkatkan pembangunan
disegala bidang baik pembangunan fisik rumah ibadah, pendidikan dan sarana
sosial. Sedangkan pembangunan non pisik dari spiritual menambah ketaqwaan
kepada Allah Swt.
6.
PENGERTIAN
WAKAF TUNAI (WAKAF UANG)
Wakaf
tunai (Cash Wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang
diberikan oleh Muwakif/Wakif (orang yang berwakaf) dalam bentuk uang tunai yang
diberikan kepada lembaga pengelola wakaf (Nadzir) untuk kemudian dikembangkan
dan hasilnya untuk kemaslahatan umat.
Wakaf tunai menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia adalah
wakaf uang (Cash wakaf / Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
Mengenai
hukum wakaf uang (wakaf tunai) ini, para ulama hukum Islam berbeda pendapat.
Ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Adapun alasan yang tidak
membolehkan adalah sebagai berikut:
·
Bahwa
uang bisa habis zatnya sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dengan membelanjakannya,
sehingga bendanya lenyap. Sedangkan inti ajaran wakaf adalah pada kesinambungan
hasil dari modal dasar yang tetap lagi kekal, tidak habis sekali pakai. Oleh
karena itu ada persyaratan agar benda yang akan diwakafkan itu adalah benda yang
tahan lama, tidak habis dipakai.
·
Uang
seperti dirham dan dinar diciptakan sebagai alat tukar yang memudahkan orang
melakukan transaksi jual beli, bukan untuk ditarik manfaatnya dengan
mempersewakan zatnya.
Adapun
alasan ulama yang membolehkan wakaf uang adalah seperti diuraikan dalam kutipan
berikut ini:
Dalam
kitab Al-Is’af fi Ahkamil Awqaf, Ath-Tharablis menyatakan:”Sebagian ulama
klasik merasa aneh ketika mendengar fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammad bin
Abdullah Al-Anshari, murid dari Zufar, sahabat Abu Hanifah, tentang bolehnya
berwakaf dalam bentuk uang kontan, dirham atau dinar, dan dalam bentuk
komoditas yang dapat ditimbang atau ditakar, seperti makanan gandum. Yang
membuat mereka merasa aneh adalah karena tidak mungkin mempersewakan benda-benda
seperti itu, oleh karena itu mereka segera mempersoalkannya dengan
mempertanyakan apa yang dapat kita lakukan dengan dana tunai dirham?” Atas
pertanyaan ini Muhammad bin Abdullah Al-Anshari menjelaskan dengan mengatakan :”Kita investasikan dana itu dengan cara
mudharabah dan labanya kita sedekahkan. Kita jual benda makanan itu, harganya
kita putar dengan usaha mudharabah, kemudian hasilnya disedekahkan.”
Di
kalangan Malikiyah populer pendapat yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang
kontan, seperti dilihat dalam kitab Al Majmu’ oleh Imam Nawawi (15/325) yang
mengatakan: dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana
dirham dan dinar. Orang yang memperbolehkan mempersewakan dirham dan dinar
membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak membolehkan mempersewakannya
tidak membolehkan mewakafkannya. “Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa
(31/234-235), meriwayatkan satu pendapat dari kalangan Hanabilah yang
membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, dan hal yang sama dikatakan pula oleh
Ibnu Qudamah dalam bukunya al-Mughni (8/229-230).
Sebagian
ulama dari kalangan Syafii membolehkan wakaf tunai. Dalam kitab Al-Hawil Kabir,
Al-Mawardi menyatakan diriwayatkan dari Abu Tsaur dari Imam As-Syafi’i tentang
bolehnya wakaf dinar dan dirham (uang).
Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga membolehkan wakaf tunai. Fatwa komisi
fatwa MUI itu dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. Argumentasi didasarkan
kepada hadits Ibnu Umar. Pada saat itu, komisi fatwa MUI juga merumuskan definisi
(baru) tentang wakaf,yaitu:
“Menahan
harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara
tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan,
atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada.”
Apabila
memperhatikan definisi wakaf, yang diberikan oleh para ulama hukum Islam, di
mana wakaf didefinisikan sebagai menahan bendanya dan memberikan manfaatnya ke
arah kebaikan, baik perorangan atau kepentingan umum, dan memperhatikan tata
cara mewakafkan dan pengelolaannya, maka ternyata dzat uang wakaf tetap
tersimpan di dalam Bank Penerima Wakaf Uang sebagai nadzir. Uang wakaf tersebut
dikelola oleh Bank tersebut dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Dari
pengelolaan tersebut diperoleh keuntungan. Dan dari keuntungan itu dipergunakan
pendanaan atau pembiyaan-pembiyaan berbagai keperluan umat Islam. Dari
kenyataan tersebut diperoleh kesimpulan, bahwa wakaf tunai telah memenuhi
pengertian wakaf dan tujuan dari wakaf secara umum. Karenanya,
pendapat-pendapat tentang kebolehan wakaf tunai sebagai diuraikan di atas dapat
dipertahankan dan dapat dijadikan pijakan tentang bolehnya Wakaf Tunai.
TATA CARA WAKAF TUNAI
Sebagaimana
diuraikan di muka, bahwa wakaf tunai merupakan terobosan dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu pasal 28 sampai pasal 31, yang dapat
dijabarkan sebagai berikut:
·
Wakif
dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri.
·
Wakaf
benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak
wakif yang dilakukan secara tertulis.
·
Wakaf
benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
·
Sertifikat
wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah(LKS)
kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
·
Lembaga
keuangan syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang
kepada menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkan
sertifikat wakaf uang.
Dari
berbagai ketentuan di atas, tata cara perwakafan tunai kiranya dapat
dikonstruksi sebagai berikut:
·
Wakaf
uang (tunai) yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
·
Karenanya
wakaf uang yang berupa mata uang asing, harus dikonversi lebih dulu ke dalam
rupiah.
·
Wakif
yang akan mewakafkan uangnya wajib hadir di Lembaga Keuangan Syariah Wakaf Uang
(sebagai nazhir) yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama berdasarkan saran dan
pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia, untuk:
·
Menyatakan
kehendaknya, yaitu mewakafkan uangnya
·
Menjelaskan
kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan
·
Menyetorkan
secara tunai sejumlah uang ke lembaga keuangan syariah tersebut
·
Mengisi
formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf
·
Dalam
hal wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
·
Wakif
juga dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan), yang selanjutnya nazhir menyerhakan akta ikrar wakaf tersebut
kepada Lembaga Keuangan Syariah.
7. KONSEP
WAKAF TUNAI
Dalam kajian yang dilakukan oleh Irfan Syauqi Beik,
diantara contoh penerapan wakaf tunai yang telah terbukti hasilnya adalah Islamic Relief (sebuah organisasi pengelola dana wakaf tunai
yang berpusat di Inggris) mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak
kurang dari 30 juta poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar, dengan
menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 poundsterling per lembar. Dana
wakaf tunai tersebut kemudian dikelola secara amanah dan profesional, dan
disalurkan kepada lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di
Bosnia, wakaf tunai yang disalurkan Islamic
Relief mampu menciptakan lapangan
kerja bagi lebih dari 7.000 orang melalui program Income Generation Waqf. Hal ini menunjukkan bahwa wakaf tunai
sangat signifikan dalam membantu upaya pengentasan kemiskinan.
Secara faktual Wakaf tunai sampai
saat ini memang masih belum dikenal secara luas dan memasyarakat, namun belajar
dari pengalaman di berbagai negara muslim yang telah sukses dalam mengelola
wakaf tunai seperti: Mesir, Maroko, Kuwait, Turki, Qatar dan lainnya, sudah
saatnya umat Muslim Indonesia merumuskan
konsep dan strategi pengelolaan dan pengembangan wakaf tunai secara
intensif dan optimal.
Secara ekomoni, wakaf tunai sangat
potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model dan konsep wakaf
tunai ini daya jangkau mobilisasinya akan lebih merata ke sasaran masyarakat
yang membutuhkan di banding dengan konsep wakaf tradisional – konvensional,
yaitu dengan bentuk harta fisik yang biasanya dilakukan oleh keluarga yang
mampu dan berada.
Salah satu konsep dan strategi wakaf tunai yang dapat
dikembangkan dalam memobilisasi wakaf tunai adalah model Dana Abadi, yaitu dana
yang dihimpun dari berbagai sumber dengan berbagai macam cara yang sah dan halal,
kemudian dana yang terhimpun dengan volume besar di investasikan dengan tingkat
keamanan yang valid melalui lembaga penjamin syari’ah yang paling tidak
mencakup dua aspek pokok yaitu :
1. Aspek Keamanan ; yaitu terjaminnya keamanan nilai pokok
dana Abadi sehingga tidak terjadi penyusutan (jaminan keutuhan).
2. Aspek Kemanfaatan/Produktifitas; yaitu investasi dari
dana Abadi tersebut harus bermanfat dan produktif yang mampu
mendatangkan hasil atau pendapatan yang dijamin kehalalannya (incoming
gererating allocation), karena dari pendapatan inilah pembiayaan
kegiatan dan program organisasi wakaf
dilakukan.
Mengacu pada model dana Abadi
tersebut, konsep dan strategi wakaf tunai dapat diberlakukan dengan beberapa
penyesuaian yang diperlukan. Dalam implementasi operasionalnya, wakaf tunai
yang menggunakan konsep dan straregi dana Abadi dapat
menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai ( SWT ) dengan nominal yang berbeda sesuai
dengan kemampuan target dan sasaran yang hendak dituju. Disinilah letak
keunggulan dan efektifitas wakaf tunai yang dapat menjangkau berbagai segmen masyarakat
yang hiterogen. Dengan konsep dan strategi tersebut paling tidak tedapat empat
manfaat yang diperoleh di antaranya:
1.
Wakaf
tunai jumlah dan besarannya dapat bervariasi sesuai dengan kemampuan, sehingga
calon wakif yang mempunyai dana terbatas dapat mewakafkan harta bendanya
sesuai dengan tingkat kemampuannya.
2.
Melalui
wakaf tunai aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong yang tidak produktif
dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan model pembangunan gedung pendidikan, rumah
sakit serta sarana umum masyarakat yang bermanfaat luas.
3.
Dana
wakaf tunai juga dapat disalurkan ke berbagai fihak yang membutuhkan dengan melakukan
verifikasi skala kebutuhan secara kongkrit dan valid, sehingga tepat sasaran sesuai dengan
asas kemanfaatan dan kebutuhan yang mempunyai nilai kemaslahatan luas.
4.
Dengan
dana wakaf Tunai yang dikelola secara profesional dapat menumbuhkan kemandirian umat Islam untuk
mengatasi problem sosial masyarakat muslim tanpa harus
menaruh ketergantungan yang tinggi pada dana bantuan negara atau pihak asing.
Upaya konkrit yang dapat dilakukan
agar wakaf tunai dapat berkembang, familier, diserap dan dipraktekkan
masyarakat secara luas yang perlu diperhatiakan adalah :
1.
Konsep
dan Strategi dalam menghimpun dana ( fund rising ) yaitu bagaimana wakaf
tunai tersebut dimobilisasi secara maksimal dengan memperkenalkan produk
Sertifikat Wakaf Tunai yang besarannya disesuaikan dengan segmentasi sasaran
yang akan dituju.
2.
Pengelolaan
Dana dari Wakaf Tunai harus mempertimbangkan aspek produktifitas kemanfaatan
dan keberlanjutan dengan memperhatikan tingkat visibelitas dan keamanan
investasi, baik investasi langsung dalam kegiatan sektor riil produktif
maupun dalam bentuk deposito pada bank syari’ah, investasi
penyertaan modal ( equty invesment ) melalui perusahaan modal ventura dan
investasi portofolio painnya.
3.
Distribusi
hasil kepada penerima manfaat ( beneficaries ) dapat diklasifikasikan
sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat dalam skala prioritas sesuai dengan
orientasi dan tujuan wakif baik berupa penyantunan ( charity ),
pemberdayaan ( empowerment ), invertasi sumber daya insani ( human
investment
), maupun investasi infra struktur (infra
struktur invesment ).
Pilihan-pilhan tersebut tentunya dengan memperhatikan ketersediaan dana dari
hasil wakaf tunai yang dikelola.
8. POTENSI
WAKAF TUNAI
Wakaf
uang, dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat
wakaf menjadi lebih produktif. Karena uang di sini tidak lagi dijadikan sebagai
alat tukar menukar saja, lebih dari itu ia merupakan komoditas yang siap
memproduksi dalam hal pengembangan yang lain. Oleh sebab itu, sama dengan jenis
komoditas yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat memunculkan sesuatu hasil
yang lebih banyak.
Uang,
sebagai nilai harga sebuah komoditas, tidak lagi dipandang semata mata sebagai
alat tukar, melainkan juga komoditas yang siap dijadikan alat produksi. Ini
dapat diwujudkan dengan misalnya, memberlakukan sertifikat wakaf uang yang siap
disebarkan ke masyarakat. Model ini memberikan keuntungan bahwa wakif dapat secara
fleksibel mengalokasikan hartanya dalam bentuk wakaf.Demikian ini karena wakif
tidak memerlukan jumlah uang yang besar untuk selanjutnya dibelikan barang
produktif. Juga, wakaf seperti ini dapat diberikan dalam satuan satuan yang
lebih kecil.
Wakaf uang juga memudahkan mobilisasi uang di
masyarakat melalui sertifikat tersebut karena beberapa hal Pertama, lingkup
sasaran pemberi wakaf (waqif) bisa menjadi luas dibanding dengan wakaf biasa.
Kedua, dengan sertifikat tersebut, dapat dibuat berbagai macam pecahan yang
disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju yang dimungkinkan memiliki
kesadaran beramal tinggi.
Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam wakaf uang, maka umat akan
lebih mudah memberikan kontribusi mereka dalam wakaf tanpa harus menunggu
kapital dalam jumlah yang sangat besar. Karena, meskipun sangat kecil
jumlahnya, wakaf dalam bentuk uang ini masih saja dapat menerimanya,
disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan wakif. Model wakaf semacam ini akan
memudahkan masyarakat kecil untuk ikut menikmati pahala abadi wakaf. Mereka
tidak harus menunggu menjadi ‘tuan tanah’ untuk menjadi wakif .Selain itu,
tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia cukup tinggi, sehingga kita dapat
optimis mengharapkan partisipasi masyarakat dalam gerakan wakaf tunai.
Jumlah
umat Islam yang terbesar di seluruh dunia merupakan aset besar untuk
penghimpunan dan pengembangan wakaf uang. Jika wakaf tunai dapat
diimplementasikan maka ada dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan
untuk pemberdayaan dan kesejahteraan umat. Bisa dibayangkan, jika 20 juta
umat Islam Indonesia mau mengumpulkan wakaf tunai senilai Rp 100 ribu setiap
bulan, maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24 triliun setiap tahun. Jika 50
juta orang yang berwakaf, maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar
Rp 60 triliun. Jika saja terdapat 1 juta saja masyarakat muslim yang mewakafkan
dananya sebesar Rp 100.000, per bulan maka akan diperoleh pengumpulan dana
wakaf sebesar Rp 100 milyar setiap bulan (Rp 1,2 trilyun per tahun). Jika
diinvestasikan dengan tingkat return 10 persen per tahun maka akan diperoleh
penambahan dana wakaf sebesar Rp 10 miliar setiap bulan (Rp 120 miliar per
tahun). Sungguh suatu potensi yang luar biasa.
9.
SERTIFIKASI
WAKAF TUNAI
Konsep dan strategi wakaf tunai dapat juga mengadopsi
yang disesuaikan dengan kebutuhan kita rintisan inovasi sebagaimana yang
dilakukan Profesor MA. Mannan yang mendirikan
SIBL (Social Investnent Bank Limited) di Banglades, SIBL memperkenalkan
prodact Sertifikat Wakaf Tunai (Cash Waqf Certificate) yang pertama kali
dalam sejarah perbankkan. SIBL menggalang dana dari orang kaya untuk dikelola
keuntungan pengelolaannya dan disalurkan untuk tujuan maslahah ummah.
Konsep dan strategi penerbitan Sertifikat
Wakaf Tunai paling tidak dapat bermanfaat untuk
tujuan:
1.
Penggalangan
tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan
sosial menjadi modal sosial serta
membantu mengembangkan pasar modal sosial.
2.
Meningkatkan
Investasi Sosial
3.
Menyisihkan
sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya (berkecukupan) mengenai
tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
4.
Menciptakan
Integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial, serta meningkatkan
kesejahteran umat.
Persoalan yang harus segera diatasi adalah bagaimana
dalam tataran implementasi penerapan Sertifikat Wakaf Tunai ini dapat applicable
dan feasible diterapkan di Indonesia dengan melibatkan infrastruktur
yang sudah ada sebelumnya dan menyesuaikan dengan struktur masyarakat dan
kebudayan Indonesia. Dengan memperhatikan dan mengakomodasi kehawatiran
sebagian kalangan terhadap penyalahgunan wakaf tunai, maka perlu dirumuskan
sebuah mekanisme wakaf tunai yang menjamin keamanan dan terpeliharanya harta
wakaf tunai untuk menghindari resiko pengurangan modal atau bahkan hilangnya
modal wakaf tunai dalam konteks risk manajemen meskipun dana dari wakaf tunai
diinvestasikan dalam usaha sektor riil.
Selain itu dengan
sertifikat wakaf tunai mengubah kebiasaan lama di mana kesempatan waqaf
seolah-olah hanya untuk orang-orang kaya saja. Karena sertifikat wakaf tunai
seperti yang diterbitkan oleh lembaga pengelola zakat dapat terbeli oleh
sebagian besar masyarakat muslim. Bahkan sertifikat tersebut dapat dibuat dalam
pecahan yang lebih kecil. Dengan demikian sertifikat wakaf tunai diharapkan
dapat menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial danpembangunan, dimana mayoritas
penduduk dapat ikut berpartisipasi.
Contoh
Sertifikasi Wakaf:
10. PENGELOLAAN WAKAF TUNAI
1. Wakaf tunai dikelola Bank Syari’ah
Beberapa peran yang
bisa diunggulkan bila wakaf tunai dikelola oleh bank :
a. Jaringan kantor
b. Kemampuan sebagai fund manager
c. Pengalaman, jaringan informasi dan peta distribusi
d. Citra positif
Banyak
yang masih memahami bahwa dengan adanya Undang-undang Wakaf No. 41 Tahun 2004
kewenangan nazhir, khsususnya nazhir wakaf uang, menjadi teramputasi, terutama
dalam pengelolaan wakaf uang. Sebab, Wakaf uang dipahami harus dikelola oleh
Bank Syariah. “Pemahaman ini adalah salah. Bank Syariah hanya penerima wakaf
uang dan mitra nazhir dalam pengelolaan," tegas Ketua Divisi Litbang BWI
Prof. Dr. Uswatun Hasanah.
Pemahaman masyarakat ini harus
diluruskan agar tidak terjadi salah paham. Jadi, pengelolaan wakaf uang di
Indonesia berbeda dengan negara-negara lain, sebut saja Banglades. Di
Bangladesh, Bank Syariah dapat berperan sebagai pengelola alias nazhir wakaf
uang. Hal ini tidak diperbolehkan di Indonesia, sebab berdasarkan ketentuan
yang ada dalam UU wakaf tahun 2004 itu, bahwa Bank Syariah hanya dapat menerima
wakaf uang.
Karena itu ada istilah khusus untuk
menyebut pihak penerima wakaf uang, yaitu LKS-PWU, yang merupakan singkatan
dari Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang. Apa hanya menerima? Tentu
saja tidak, Bank Syariah secara langsung memang tidak mengelola, tapi ia
bermitra dengan nazhir dalam pengelolaan aset wakaf uang.
Uswatun memaparkan, "Salah satu
caranya yaitu dengan menginvestasikan wakaf uang tersebut dalam produk-produk
perbankan syariah. Selain itu, tentu masih banyak pola-pola kemitraan yang
dapat dijalin antara nazhir dengan Bank Syariah dalam rangka pengelolaan wakaf
uang.
Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Wakaf Uang di Indonesia
Peran
LKS sangat strategis terutama dalam pengembangan wakaf uang di Indonesia. Peran
strategis ini salah satunya terkait dengan status hukum lembaga ini karena
ditunjuk langsung oleh Menteri Agama sebagai lembaga berwenang dalam penerimaan
wakaf uang. Hal ini disebutkan dalam UU No. 41 tahun 2004 Pasal 28 tentang
wakaf yang berbunyi: “Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui
lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri”.
Menteri berwenang menunjuk lembaga
keuangan syariah sebagai penerima wakaf, dengan syarat-syarat:
·
LKS
harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri
·
Melampirkan
anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum
·
Memiliki
kantor operasional di wilayah Republik Indonesia
·
Bergerak
di bidang keuangan syariah
·
Memiliki
fungsi titipan (wadi’ah)
LKS
memiliki peran strategis dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
sesuai yang diamanatkan oleh wakif kepada nazir. Pengelolaan dan pengembangan
wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS atau
instrumen keuangan syariah berdasarkan akad syariah seperti mudharabah atau
akad lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah. Sementara,
pengelolaan dana wakaf uang melalui produk-produk di luar produk syariah harus
diasuransikan pada asuransi syariah. Dengan cara ini dana wakaf uang umat yang
terkumpul dapat terjamin keamanannya serta memberikan rasa aman bagi para
wakif.
Menteri
Agama telah menunjuk 5 (lima) bank syariah, sebagai lembaga yang dapat
mengembangkan dana wakaf uang, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah
Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BNI Syariah dan Bank DKI Syariah. Masyarakat
luas yang ingin melakukan investasi akhirat untuk mendapatkan pahala yang terus
mengalir, dapat mewakafkan danaya ke Badan Waqaf Indoensia atau Waqaf Fund
Management melalui bank-bank syariah yang telah ditunjuk.
2.
Wakaf
tunai dikelola Lembaga Swasta
Keunggulan yang didapat bila wakaf tunai dikelola
oleh swasta:
a. Sesuai
dengan kebutuhan riil masyarakat.
b. Ada
kontrol langsung oleh masyarakat.
c. Menumbuhkan solidaritas
masyarakat.
Lembaga swasta
ini misalnya bergerak dibidang pendidikan. Lembaga pendidikan swasta mengelola
sendiri dana yang diterima muwakif dengan sistem musyarakah atau
mudharabah—tanpa mengurangi nilai aset wakaf. Selanjutnya keuntungan yang
diterima didasarkan atas sistem bagi hasil, diterima oleh lembaga pendidikan
sebagai keuntungan usaha dan diterima wakaf tunai sebagai tambahan aset. Dari
tambahan aset wakaf tunai tersebut bisa digunakan membantu masyarakat dalam
bentuk wakaf pula.
11. WAKAF UANG DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Wakaf merupakan ibadah yang
berdimensi ganda, selain untuk menggapai keridhaan serta pahala dari Allah,
wakaf merupakan ibadah yang berdimensisosial. Dalam sejarah islam, wakaf banyak
digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud kepentingan sosial tersebut dapat
berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, dan
lain-lain. Dalam manajemen modern saat ini, wakaf diintergrasi dengan berbagai sistem
modern telah ada, terutama terkait dengan wakaf uang saat ini tengah
digencarkan di Indonesia berdasarkan UU No.41 Tahun 2004, penerimaan dan
pengelolaan wakaf uang dapat diintegrasikan dengan lembaga keuangan syariah.
Dalam wakaf uang, wakif tidak boleh langsung menyerahkan mauquf yang berupa
uang, tapi harus melalui LKS, yang disebut LKS Penerima Wakaf Uang (PWU). Dalam
system pengelolaan wakaf uang tidak banyak berbeda dengan wakaf tanah atau
bangunan.
Dalam
pasal 34 amandemen UUD 1945 dikatakan, “Bahwan Negara mengembangkan system
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan kemartabatan manusia”. Berdasarkan amandemen UUD 1945
tersebut secara eksplisit bahwa Negara harus mampu memberdayakan masyarakat.
Terminologi pemberdayaan adalah membantu masyarakat agar mereka mampu menjadi
mandiri dalam mensejahterahkan dirinya sendiri.
Wakaf
uang sebagai suatu gerakan baru dalam dunia perwakafan terutama di Indonesia
mampu mengambil yang signifikan dalam merancang program-program pemberdayaan
masyarakat. Sebab tugas memberdayakan masyarakat bukanlah tugas pemerintahan
semata, namun setiap elemen masyarakat harus turut serta dalam memberdayakan
masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan sistem
perwakafan, hal ini sesuai dengan UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf yang telah
mengamanatkan Badan Wakaf Indonesia agar menegelola harta benda wakaf berskala
nasional dan internasional. Sifat utama perwakafan mengharuskan kekal dan abadi
pokok hartanya, lalu dikelola dan hasilnya disalurkan sesuai dengan
peruntukannya sangat sesuai dan selaras dengan program system jaminan sosial
atau asuransi. Dalam perwakafan, pihak wakif dapat menentukan peruntukan hasil
pengeloaan harta wakaf.
Dalam
ketentuan undang-undang terdapat dua model wakaf uang, yaitu wakaf uang yang
untuk jangka waktu tertentu dam wakaf uang untuk selamanya. Wakaf uang jangka
waktu tertentu haruslah diinvestasikan ke produk perbankan agar lebih aman dan
memudahkan pihak wakaf dalam meneriman uangnya kembali pada saat jatuh tempo.
Seorang
wakif dapat menetapkan jenis peruntukkan harta wakaf, misalnya untuk
pemberdayaan komunitas secara integral. Seperti pemberdayaan pendidikan,
pemberdayaan kesehatan, pemberdayaan sosial, pemberdayaanekonomi suatu
komunitas. Bentuk pemberdayaan pendidikan misalnya dapat berupa pendirian
sekolah gratis dengan kualitas mutu terjamin atau bantuan uang sekolah dan
peralatan sekolah dengan tetap mempertahankan kesehatan guru. Sementara
pemberdayaan kesehatan dapat berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis
bagi masyarakat kurang mampu.
Kemudian
pemberdayaan sosial dapat berupa pelatihan kerja dan kewirausahaan bagi
pengangguran atau anak jalanan. Selain itu pemberdayaan sosial dapat pula
program penanganan dan rehabilitasi remaja bermasalah(narkoba, premanisme,
dsb).
12. PERBEDAAN WAKAF DENGAN
SHADAQAH/HIBAH
·
Wakaf
menurut istilah syara’ ialah menahan
harta benda tertentu yang dapat diambil manfaatnya sedangkan bendanya masih
tetap, dan benda itu diserahkan kepada badan/orang lain dengan maksud untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dan benda
tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Atau Wakaf ialah
menahan suatu benda yang kekal zatnya, yang dapat diambil manfaatnya guna
diberikan di jalan kebaikan.
Dasar
Hukum Wakaf:
Firman
Allah SWT:
“dan perbuatlah kebajikan, supaya
kamumendapat kemenangan” (Al Hajj:77)
“kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Ali Imran:92).
Sabda
Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya
Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada
Rasulullah Saw “Apakah perintahmu kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang
aku dapat ini?” jawab beliau “Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau
sedekahkan manfaatnya.” Lalu dengan petunjuk beliau itu Umar sedekahkan
manfaatnya dengan perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh
diwariskan (diberikan), dan tidak boleh dihibahkan,” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
·
Sedekah
asal
kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh
seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi
oleh waktu dan jumlah tertentu.
·
Hibah ialah pemberian harta dari
seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai
kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat akad hibah dinyatakan.
Dasar
Hukum Sedekah:
Hibah
adalah seperti hadiah, Hukum hibah adalah mubah ( boleh ), sebagaimana sabda
Rasulullah sebagai berikut : Artinya : “Dari Khalid bin Adi sesungguhnya
Nabi SAW telah bersabda “siapa yang diberi kebaikan oleh saudaranya dengan
tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan
ditolak. Karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan rizki yang diberikan oleh
Allah kepadanya”. (HR. Ahmad)
Karena keduanya merupakan perbuatan
baik yang di anjurkan untuk dikerjakan. Firman Allah SWT:
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(Q.S. Al-Imran:92)
Perbedaan Wakaf dengan
Shadaqah/Hibah
Wakaf
|
Shadaqoh atau
hibah
|
Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada orang lain
|
Menyerahkan
kepemilikan suatu barang kepada pihak lain
|
Hak
milik atas barang dikembalikan kepada Allah.
|
Hak
milik atas barang diberikan kepada penerima Shadaqah/ hibah.
|
Objek
wakaf tidak boleh diberikan atau dikembalikan kepada pihak lain.
|
Objek
Shadaqah hibah boleh diberikan atau dijual kepada pihak lain.
|
Manfaat
barang biasanya dinikmati untuk kepentingan sosial.
|
Manfaat
barang dinikmati oeh penerima Shadaqah.
|
Objek
wakaf biasanya kekal zatnya.
|
Objek
Shadaqah/ hibah tidak harus kekal zatnya.
|
Pengelolaan
objek wakaf diserahkan kepada
administrator yang disebut nadzir/ mutawalli.
|
Pengelolaan
objek shadaqah/ hibah diserahkan kepada sipenerima.
|
13. BADAN
WAKAF INDONESIA (BWI)
A. Pengertian
BWI
Kelahiran
Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 47, adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan
di Indonesia.
Dalam
Undang-Undang Wakaf ditetapkan bahwa Badan
Wakaf Indonesia adalah lembaga yang berkedudukan sebagai media untuk
memajukan dan mengembangkan perwakafan Nasional. Disamping itu, dalam
Undang-Undang wakaf juga ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat
Independen dalam melaksanakan tugasnya serta bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat.
Badan
Wakaf Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Indonesia dan dapat membentuk
perwakilan di provinsi atau bahkan kabupaten atau kota sesuai dengan kebutuhan.
Dalam penjelasan Undang-Undang ditetapkan bahwa pembentukan perwakilan Badan
wakaf Indonesia didaerah dilakukan setelah Badan Wakaf Indonesia berkonsultasi
dengan pemerintah daerah setempat.
Dalam
kepengurusan, BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan,
masing-masing dipimpin oleh oleh satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua
yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan pelaksana merupakan unsur
pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan
tugas Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit
20 orang dan paling banyak 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat. Badan
Wakaf Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan persyaratan-persyaratan
yang dianggap perlu selain dari persyaratan pokok. Adapun syarat-syarat pokok
bagi calon anggota Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan Undang-Undang yakni:
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan
hokum
g. Memiliki pengetahuan, kemampuan,
dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang
ekonomi syariah
h. Mempunyai komitmen yang tinggi untuk
mengembangkan perwakafan nasional
B.
Tugas dan Fungsi BWI
Tugas Badan Wakaf Indonesia
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun2004 tentang Wakaf yang dapat
dibedakan menjadi tiga yakni yang pertama bahwasannya tugas Badan Wakaf
Indonesia yang berkaitan dengan Nazhir yaitu pangangkatan, pemberhentian, dan
pembinaan Nazhir. Kedua, tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan
Objek Wakaf yang berskala Nasional atau Internasional, serta pemberian
persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Ketiga, tugas Badan Wakaf
Indonesia yang berkaitan dengan pemerintah, yaitu memberi saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.
Tugas-tugas Badan Wakaf Indonesia
adalah:
·
Melakukan
pembinaan terhdap Nazhir (pengelola wakaf) dalam mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf.
·
Mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
·
Memberikan
persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda
wakaf.
·
Meberhentikan
dan mengganti Nazhir.
·
Memberikan
persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
·
Memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang
perwakafan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, BWI melakukan
beberapa langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam PP No.4/2006 Pasal 53,
yaitu:
·
Penyiapan
sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik perseorangan,
organisasi dan badan hokum
·
Penyusunan
regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengoordinasian,
pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf
·
Penyediaan
fasilitas proses sertifikasi wakaf
·
Pemberian
fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam
pengembangan dan pemberdayaan wakaf
Tugas-tugas
itu, tentu tak mudah diwujudkan. Jadi, dibutuhkan profesionalisme, perencanaan
yang matang, keseriusan, kerjasama, dan tentu saja amanah dalam mengemban
tanggung jawab. Untuk itu, BWI merancang visi dan misi, serta strategi
implementasi. Visi BWI adalah “Terwujudnya lembaga independen yang dipercaya
masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan
nasional dan internasional”. Sedangkan misinya yaitu “Menjadikan Badan
Wakaf Indonesia sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi dan
manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan
masyarakat”.
Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang bersifat
nasional, selain bertugas mengkoordinasikan para nazhir Badan Wakaf Indonesia
pun memprakarsai kerja sama antar nazhir, dengan demikian mereka dapat saling
tolong menolong dalam pengelolaan wakaf.
Adapun strategi untuk
merealisasikan Visi dan Misi Badan Wakaf Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan
kompetensi dan jaringan Badan wakaf Indonesia, baik nasional maupun
internasional.
2. Membuat
peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
3. Meningkatkan
kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
4. Meningkatkan
profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan dan pengembangan harta
wakaf.
5. Mengkoordinasi
dan membina seluruh nazhir wakaf.
6. Menertibkan
pengadministrasian harta benda wakaf.
7. Mengawasi
dan melindungi harta benda wakaf.
8. Menghimpun,
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang berskala nasional dan
internasional.
Untuk merealisasikan visi, misi dan
strategi tersebut, BWI mempunyai 5 divisi, yakni Divisi Pembinaan Nazhir,
Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, Divisi Kelembagaan, Divisi Hubungan
Masyarakat, dan Divisi Peneltian dan Pengembangan Wakaf.
C.
Pembiayaan,
Ketentuan Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
Pemerintah berkewajiban dalam
membantu hal pembiayaan operasional Badan Wakaf Indonesia. Pembiayaan
Badan Wakaf Indonesia di bebankan kepada Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara
(APBN) selama 10 Tahun pertama melalui departemen agama, dan dapat
diperpanjang.
Walaupun
pembiayaan operasional Badan Wakaf Indonesia dibebankan kepada pemerintah yakni
dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) namun Badan Wakaf Indonesia
berkewajiban pula mempertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia
yang dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit
independen dan disampaikan kepada Menteri. diumumkan kepada masyarakat.
Adapun
ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan,
dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan
Wakaf Indonesia diatur seluruhnya oleh Badan Wakaf Indonesia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wakaf tunai merupakan salah satu inovasi masyarakat muslim yang
perlu disosialisakan kepada umat Islam secara menyeluruh. Pemanfaatan harta
wakaf kalau bisa dimaksimalkan akan memberikan kontribusi yang tinggi kepada
masyarakat seperti apa yang di praktikkan oleh Turki modern , Mesir, India,
Pakistan, Iran, Singapura dan banyak negara lainnya.
Pengembangan wakaf tunai memiliki nilai ekonomi yang
strategis. Dengan dikembangkannya wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah
keunggulan, di antaranya adalah sebagai berikut: Pertama, wakaf uang jumlahnya
bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai
memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya atau tuan
tanah terlebih dahulu, sehingga dengan program wakaf tunai akan memudahkan si
pemberi wakaf atau wakif untuk melakukan ibadah wakaf. Kedua, melalui wakaf
uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan
dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf
tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash
flow-nya kembang-kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
Keempat, pada gilirannya, insya Allah, umat Islam dapat
lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu
tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin
terbatas. Kelima, dana wakaf tunai bisa memberdayakan usaha kecil yang masih
dominan di negeri ini. Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para
pengusaha tersebut dan bagi hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial, dsb.
Keenam, dana wakaf tunai dapat membantu perkembangan bank-bank syariah,
khususnya BPR Syariah. Keunggulan dana waqaf, selain bersifat abadi atau jangka
panjang, dana wakaf adalah dana termurah yang seharusnya menjadi incaran
bank-bank syariah. Dengan adanya lembaga yang concern dalam mengelola
wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan
kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan.
SARAN DAN PESAN
Untuk
menggerakkan kegiatan perwakafan, khususnya Wakaf Tunai perlu adanya
sosialisasi kepada masyarakat. Wakaf Tunai memilki dampak positif kepada masyarakar,
salah satunya untuk membantu perekonomian masyrakat kurang mampu. Jadi marilah
kita berwakaf, kita tidak harus menjadi orang kaya atau juragan Tanah untuk berwakaf.
Dengan Uang yang kita miliki sebanyak atau sedikitpun kita bisa berwakaf. Berwakaf
merupakan tabungan kita di akhirat dan salah satu sumber kebahagiaan di Dunia.
REFERENSI
Hari/Tanggal: Rabu, 29 Oktober 2014
http://bwi.or.id/index.php/ar/berita-mainmenu-109/693-bank-syariah-itu-bukan-pengelola-wakaf-uang (Pukul 15:06)
Hari/Tanggal: Jum’at 31 Oktober
2014
Hari/Tanggal: Sabtu, 01 November
2014
maliyah.uinsby.ac.id/index.php/maliyah/article/view/14/13
(Pukul 19:31)
Hari/Tanggal: Minggu. 02 November 2014
http://mizanamanah.org/waqaf/rukun-syarat-waqaf.html#sthash.a96O64jz.dpu
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2013/09/21/26901/yuk-mengenal-sejarah-wakaf-di-zaman-rasulullah-saw/#sthash.ShXbFKP5.dpuf
http://bwi.or.id/index.php/ar/berita-mainmenu-109/693-bank-syariah-itu-bukan-pengelola-wakaf-uang (Pukul 15:06)
http://criminalogy.blogspot.com/2013/02/wakaf-tunai.html (Pukul 15:54)
direktori.umy.ac.id/uploads/.../Wakaf%20Tunai-Mutmainnah%20A.ppt
(Pukul 16:13)
0 komentar:
Posting Komentar