Selasa, 25 November 2014

Wakaf Tunai

Diposting oleh koreaworld di 19.51 0 komentar


KATA PENGANTAR
            Puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah “Wakaf Tunai” ini. Dan juga penulis berterima kasih pada Ibu Yessi Nesneri, SE, MM selaku dosen mata kuliah Bank Lembaga Keuangan Syari’ah yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
            Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa itu wakaf tunai dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
            Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Pekanbaru, 29 Oktober 2014

Tim Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Wakaf bukanlah sesuatu yang asing bagi umat Islam karena eksistensinya bisa dikatakan hampir bersamaan dengan eksistensi Islam dan umat Islam itu sendiri. Masih segar dalam ingatan umat Islam, bahwa ketika Rasulullah, pembawa risalah Islam, berhijrah dari Makkah menuju Madinah dan sesampainya di Madinah beliau memperkenalkan wakaf kepada kaum Muslimin, di mana pada masa itu kaum asli Madinah yang bernama kaum Najja mendapatkan tawaran dari Rasulullah, untuk mewakafkan tanahnya karena ketika itu beliau memerlukan tanah untuk pembangunan masjid. Baliau mengatakan:”Wahai Bani Najja, maukah kalian menjual kebun kalian ini?” Mereka menjawab:”(Ya!, tapi), demi Allah, kami tidak akan meminta harganya, kecuali mengharapkan pahala dari Allah.” Kemudian beliau mengambilnya, lalu membangun masjid di atasnya.” Dari sinilah, lalu menjadi tradisi umat Islam mewakafkan tanah-tanah miliknya untuk keperluan pembangunan masjid dan kepentingan umum lainnya.
            Selama ini sebagian umat Islam telah terbiasa mewakafkan harta bendanya yang tetap (tidak bergerak) seperti tanah, namun untuk mewakafkan harta bendanya yang tidak tetap (bergerak) tidak begitu terbiasa. Hal tersebut tidak terlepas dari pemahaman tentang lebih afdholnya mewakafkan harta benda berupa benda tetap seperti tanah dari pada benda lainnya yang bergerak. Keafdholan tersebut ditopang atas alasan antara lain, karena yang dicontohkan Rasulullah adalah wakaf tanah dan karena tanah merupakan harta benda yang bisa dibilang kekal sifatnya atau tidak gampang musnah, meskipun bisa musnah. Sedang untuk wakaf berupa benda lainnya tidaklah seperti demikian keadannya. Namun pada tahun 2004, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, yang di dalamnya menentukan bahwa benda yang dapat diwakafkan tidak saja benda tetap (tidak bergerak) tetapi terdiri dari benda bergerak dan tidak bergerak. Di antara benda yang bergerak yang dapat diwakafkan adalah wakaf tunai (wakaf uang). Wakaf jenis ini telah diintroduser oleh Prof. Dr. A. Mannan, Ketua Sosial Invesment Bank Ltd. Dhaka, Bangladesh, seorang ekonom yang terkemuka dan cendekiawan Muslim yang sejak lama dikenal memiliki komitmen yang jelas terhadap sistem ekonomi Islam.
B.     Rumusan Masalah
            Bertolak dari Latar belakang Masalah di atas, maka dalam panulisan makalah ini dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian dan bagaimana sejarah wakaf dan wakaf tunai?
2.      Bagaimana perkembangan wakaf tunai di Indonesia?
3.      Bagaimana konsep serta potensi wakaf tunai di Indonesia?
4.      Bagaimana pengelolaan dana wakaf tunai di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
            Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui secara mendalama apa itu wakaf,  berikut tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian, tujuan, rukun dan sejarah wakaf
2.      Untuk mengetahui perkembangan wakaf di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui konsep serta potensi wakaf tunai di Indonesia
4.      Untuk mengetahui pengelolaan dana wakaf tunai di Indonesia.
5.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan wakaf tunai dan pemberdayaan masyarakat
6.      Untuk mengetahui perbedaan antara wakaf, shadaqah/hibah
7.      Untuk mengetahui apa itu BadanWakaf Indonesia














WAKAF TUNAI
1.      PENGERTIAN WAKAF MENURUT PARA AHLI

            Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).

            Orang yang mewakafkan hartanya disebut Wakif, sedangkan orang yang menerima harta wakaf disebut Nazhir. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Harta yang sering diwakafkan misalnya tanah atau bangunan.

            Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Atau Wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal abadi secara fisik zatnya serta dapat digunakan untuk sesuatu yang benar dan bermanfaat. Contoh wakaf yaitu seperti mewakafkan sebidang tanah untuk dijadikan lahan makam penduduk setempat, wakaf bangunan untuk dijadikan masjid, dan lain-lain. Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:

            Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya. 

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575). 

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

.Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

            HARTA BENDA WAKAF
1.      WAKAF BENDA TIDAK BERGERAK
Pasal 16 ayat 2, UU No.41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa benda tidak bergerak yang dapat diwakafka yaitu:
1)      Hak atas tanah sesuai dengan perundang-undangan
2)      Bangunan
3)      Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan Tanah
4)      Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan perundang-undangan
5)      Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku




2.      WAKAF BENDA BERGERAK
Pasal 16 Ayat 3, UU NO.41 Tahun 2004 benda bergerak yang diwakafkan, yaitu:
1)      Uang
2)      Logam Mulia
3)      Surat berharga (Securities)
4)      Kendaraan
5)      Hak atas Kekayaan Intelektual
6)      Hak Sewa

2.      SEJARAH WAKAF

Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW dan disyariatkan setelah Nabi SAW di Madinah, tepatnya pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli fuqaha tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama, yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah Saw, yaitu wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.

Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’adz, ia berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan Rasulullah Saw.

Ketika itu (tahun ketiga Hijriyah) Rasulullah pernah mewakafkan tujuh buah kurma di Madinah, diantara adalah kebun “Araf, Shafiyah, Dalal, Barqah, dan kebun lainnya.

Sedangkan ulama yang berpendapat Umar bin Khaththab adalah orang yang pertama kali melaksanakan wakaf, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. Disampaikan, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap Rasulullah untuk minta petunjuk.

Rasulullah mengatakan, “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan . Ibnu Umar berkata, “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak dilarang bagi yang mengelola (nadzir) wakaf, makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR. Muslim).

Selanjutnya, wakaf juga dilakukan Umar bin Khaththab, disusul Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya (Bairaha). Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW lainnya, seperti Abu Bakar As-Shiddiq yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah.

Begitu juga Utsman ra menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur, Mu’adz bin Jabal mewakafkan rumahnya yang populer dengan sebutan “Daar Al-Anshar”. Kemudian wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam, dan Aisyah (istri Rasulullah saw).

Praktik wakaf menjadi lebih luas pada masa Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah. Banyak orang memberikan wakaf, tidak hanya untuk orang-orang fakir miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.

Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat.

3.      PERKEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA
            Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial (Indonesia merdeka). Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentuk kegiatan wakaf. Karena pada masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf. 
            Namun, perkembangan wakaf di kemudian hari tak mengalami perubahan yang berarti. Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid, mushalla, langgar, madrasah, perkuburan, sehingga kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak
            Walaupun beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan makanisme wakaf, seperti PP Nomor 28 Tahun 1977 tetang perwakafan tanah milik, akan tetapi PP ini hanya mengatur wakaf pertanahan saja. Ini berarti tak jauh beda dengan model wakaf pada periode awal, identik dengan wakaf tanah, dan kegunaannya pun terbatas pada kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah, dan lain-lain.

            Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama dan tidak ada aturan lain yang dibentuk hingga tahun 2004. Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka tidaklah heran jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami stagnasi. Walaupun cukup banyak lembaga wakaf yang berdiri, akan tetapi hanya sebagian kecil lembaga wakaf (nazhir) saja yang mampu mengelola harta benda wakaf secara optimal. Sehinga dapat dikatakan bahwa perkembangan wakaf di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

            Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi ketika pda tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tesebut menarik dan mampu memberikan energi untuk menggerakkan perkembangan wakaf.
            Kemudian pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (waqf al-nuqud). Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No. 41/2004 tentang wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bergerak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang. Selain itu, diatur pula kebijakan perwakafan di Indonesia, mulai dari pembentukan nazhir sampai dengan pengelolaan harta wakaf.

            Untuk dapat menjalankan fungsinya, UU ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama tentang Wakaf Uang (PMA wakaf uang) yang akan menjadi juklak dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Dan setelah melalui proses panjang, pada penhujung tahun 2006 terbitlah PP No. 42/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf. Setelah itu, pada juli 2007 keluar Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010.
4.      RUKUN WAKAF
Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Hendaklah dalam keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keadaan terpaksa atau keadaam dimana jiwanya tertekan.
Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Harus jelas wujudnya atau zatnya dan bersifat abadi. Artinya bahwa harta itu tidak habis sekali pakai  dan dapat diambil manfaatnya untuk jangka waktu yang lama.
Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf 'alaihi). Dapat dibagi 2 macam, yaitu wakaf khairy dan wakaf dzurry. Wakaf khairy adalah wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tetapi untuk kepentingan umum. Sedangkan wakaf dzurry adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu yaitu keluarga keturunannya.
Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah). baik dengan lafadz, tulisan maupun isyarat.
5.      TUJUAN WAKAF
Menurut Ulama Thohir bin Asyura, Tujuan disyariatkannya Wakaf mengandung arti sebagai berikut:
·         Memperbanyak harta untuk kemashlahatan Umum dan khusus, sehingga menjadikan amal perbuatan manusia tidak terpotong pahalanya hingga datang kematian. Berdasarkan Hadis Nabi “Ketika Manusia meninggalkan Dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal. “Diantaranya adalah Shadaqah Jariyah…”

·         Pemberian harta wakaf itu merupakan sumber dari bersihnya hati yang tidak dicampuri dengan keraguan-keraguan, karena hal itu merupakan bukti adanya kebaikan dan kedermawanan yang dikeluarkan karena adanya rasa cinta tanpa adanya ganti sedikitpun. Dan berpengaruh pada pemberian kemanfaatan dan pahala yang berlimpah-limpah.

·         Memperluas semua jalan yang bersumber pada kecintaan orang yang memberikan harta. Karena orang yang memberi merupakan wujud dari kemuliaan jiwa yang semuanya mendorong pada rasa harumnya keberagamaan dan kemuliaan akhlak. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada keselamatan bagi orang yang kikir terhadap harta dan jiwanya menjadi kotor, sebagaimana Allah SWT menyebutkan dalam al-Qur’an bahwa Syaithan selalu menakut-nakuti umat manusia pada kefakiran.

·         Wakaf menjadikan harta tidak sia-sia kembali dan dapat memberikan arti pada hak-hak ahli waris sebagaimana kebiasaan adat Jahiliyyah dan akan memberikan dampak sosial yang lebih untuk perbaikan masyarakat.

·         Melalui wakaf dapat menumbuhkan sifat zuhud, dan melatih seseorang untuk saling membantu atas kepentingan orang lain.
·         Menanamkan kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu meski telah menjadi milik seseorang secara sah, tetapi masih ada di dalamnya harta agama yang mesti diserahkan sebagaimana halnya juga zakat.

·         Menyadarkan seseorang bahwa kehidupan di akhirat memerlukan persipan yang cukup . Maka persipan bekal itu diantaranya wakaf, sebagai timbangan akhirat.

·         Membentuk tali hubungan yang erat antara si wakif dengan mauquf ‘alaih atau antara si kaya dan si miskin sehingga terciptalah rasa kesetiakawanan sosial. Pada sisi lain dapat dilihat bahwa tujuan dari wakaf untuk meningkatkan pembangunan disegala bidang baik pembangunan fisik rumah ibadah, pendidikan dan sarana sosial. Sedangkan pembangunan non pisik dari spiritual menambah ketaqwaan kepada Allah Swt.

6.      PENGERTIAN WAKAF TUNAI (WAKAF UANG)

            Wakaf tunai (Cash Wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang diberikan oleh Muwakif/Wakif (orang yang berwakaf) dalam bentuk uang tunai yang diberikan kepada lembaga pengelola wakaf (Nadzir) untuk kemudian dikembangkan dan hasilnya untuk kemaslahatan umat.

            Wakaf tunai menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia adalah wakaf uang (Cash wakaf / Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

            Mengenai hukum wakaf uang (wakaf tunai) ini, para ulama hukum Islam berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Adapun alasan yang tidak membolehkan adalah sebagai berikut:

·         Bahwa uang bisa habis zatnya sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dengan membelanjakannya, sehingga bendanya lenyap. Sedangkan inti ajaran wakaf adalah pada kesinambungan hasil dari modal dasar yang tetap lagi kekal, tidak habis sekali pakai. Oleh karena itu ada persyaratan agar benda yang akan diwakafkan itu adalah benda yang tahan lama, tidak habis dipakai.

·         Uang seperti dirham dan dinar diciptakan sebagai alat tukar yang memudahkan orang melakukan transaksi jual beli, bukan untuk ditarik manfaatnya dengan mempersewakan zatnya.

            Adapun alasan ulama yang membolehkan wakaf uang adalah seperti diuraikan dalam kutipan berikut ini:

            Dalam kitab Al-Is’af fi Ahkamil Awqaf, Ath-Tharablis menyatakan:”Sebagian ulama klasik merasa aneh ketika mendengar fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammad bin Abdullah Al-Anshari, murid dari Zufar, sahabat Abu Hanifah, tentang bolehnya berwakaf dalam bentuk uang kontan, dirham atau dinar, dan dalam bentuk komoditas yang dapat ditimbang atau ditakar, seperti makanan gandum. Yang membuat mereka merasa aneh adalah karena tidak mungkin mempersewakan benda-benda seperti itu, oleh karena itu mereka segera mempersoalkannya dengan mempertanyakan apa yang dapat kita lakukan dengan dana tunai dirham?” Atas pertanyaan ini Muhammad bin Abdullah Al-Anshari menjelaskan dengan mengatakan :”Kita investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan labanya kita sedekahkan. Kita jual benda makanan itu, harganya kita putar dengan usaha mudharabah, kemudian hasilnya disedekahkan.”

            Di kalangan Malikiyah populer pendapat yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang kontan, seperti dilihat dalam kitab Al Majmu’ oleh Imam Nawawi (15/325) yang mengatakan: dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang memperbolehkan mempersewakan dirham dan dinar membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak membolehkan mempersewakannya tidak membolehkan mewakafkannya. “Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (31/234-235), meriwayatkan satu pendapat dari kalangan Hanabilah yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, dan hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Qudamah dalam bukunya al-Mughni (8/229-230).

            Sebagian ulama dari kalangan Syafii membolehkan wakaf tunai. Dalam kitab Al-Hawil Kabir, Al-Mawardi menyatakan diriwayatkan dari Abu Tsaur dari Imam As-Syafi’i tentang bolehnya wakaf dinar dan dirham (uang).

            Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga membolehkan wakaf tunai. Fatwa komisi fatwa MUI itu dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. Argumentasi didasarkan kepada hadits Ibnu Umar. Pada saat itu, komisi fatwa MUI juga merumuskan definisi (baru) tentang wakaf,yaitu:

            “Menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.”

            Apabila memperhatikan definisi wakaf, yang diberikan oleh para ulama hukum Islam, di mana wakaf didefinisikan sebagai menahan bendanya dan memberikan manfaatnya ke arah kebaikan, baik perorangan atau kepentingan umum, dan memperhatikan tata cara mewakafkan dan pengelolaannya, maka ternyata dzat uang wakaf tetap tersimpan di dalam Bank Penerima Wakaf Uang sebagai nadzir. Uang wakaf tersebut dikelola oleh Bank tersebut dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Dari pengelolaan tersebut diperoleh keuntungan. Dan dari keuntungan itu dipergunakan pendanaan atau pembiyaan-pembiyaan berbagai keperluan umat Islam. Dari kenyataan tersebut diperoleh kesimpulan, bahwa wakaf tunai telah memenuhi pengertian wakaf dan tujuan dari wakaf secara umum. Karenanya, pendapat-pendapat tentang kebolehan wakaf tunai sebagai diuraikan di atas dapat dipertahankan dan dapat dijadikan pijakan tentang bolehnya Wakaf Tunai.
TATA CARA WAKAF TUNAI
            Sebagaimana diuraikan di muka, bahwa wakaf tunai merupakan terobosan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu pasal 28 sampai pasal 31, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
·         Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
·         Wakaf benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis.
·         Wakaf benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
·         Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah(LKS) kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
·         Lembaga keuangan syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkan sertifikat wakaf uang.

            Dari berbagai ketentuan di atas, tata cara perwakafan tunai kiranya dapat dikonstruksi sebagai berikut:
·         Wakaf uang (tunai) yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
·         Karenanya wakaf uang yang berupa mata uang asing, harus dikonversi lebih dulu ke dalam rupiah.
·         Wakif yang akan mewakafkan uangnya wajib hadir di Lembaga Keuangan Syariah Wakaf Uang (sebagai nazhir) yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama berdasarkan saran dan pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia, untuk:
·         Menyatakan kehendaknya, yaitu mewakafkan uangnya
·         Menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan
·         Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke lembaga keuangan syariah tersebut
·         Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf
·         Dalam hal wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
·         Wakif juga dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan), yang selanjutnya nazhir menyerhakan akta ikrar wakaf tersebut kepada Lembaga Keuangan Syariah.

7.      KONSEP WAKAF TUNAI
            Dalam kajian yang dilakukan oleh Irfan Syauqi Beik, diantara contoh penerapan wakaf tunai yang telah terbukti hasilnya adalah Islamic Relief  (sebuah organisasi pengelola dana wakaf tunai yang berpusat di Inggris) mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak kurang dari 30 juta poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar, dengan menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 poundsterling per lembar. Dana wakaf tunai tersebut kemudian dikelola secara amanah dan profesional, dan disalurkan kepada lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di Bosnia, wakaf tunai yang disalurkan Islamic Relief  mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 7.000 orang melalui program Income Generation Waqf. Hal ini menunjukkan bahwa wakaf tunai sangat signifikan dalam membantu upaya pengentasan kemiskinan.

            Secara faktual Wakaf tunai sampai saat ini memang masih belum dikenal secara luas dan memasyarakat, namun belajar dari pengalaman di berbagai negara muslim yang telah sukses dalam mengelola wakaf tunai seperti: Mesir, Maroko, Kuwait, Turki, Qatar dan lainnya, sudah saatnya umat Muslim Indonesia merumuskan  konsep dan strategi pengelolaan dan pengembangan wakaf tunai secara intensif dan optimal.

            Secara ekomoni, wakaf tunai sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model dan konsep wakaf tunai ini daya jangkau mobilisasinya akan lebih merata ke sasaran masyarakat yang membutuhkan di banding dengan konsep wakaf tradisional – konvensional, yaitu dengan bentuk harta fisik yang biasanya dilakukan oleh keluarga yang mampu dan berada.

Salah satu konsep dan strategi wakaf tunai yang dapat dikembangkan dalam memobilisasi wakaf tunai adalah model Dana Abadi, yaitu dana yang dihimpun dari berbagai sumber dengan berbagai macam cara yang sah dan halal, kemudian dana yang terhimpun dengan volume besar di investasikan dengan tingkat keamanan yang valid melalui lembaga penjamin syari’ah yang paling tidak mencakup dua aspek pokok yaitu :
1.      Aspek Keamanan ; yaitu terjaminnya keamanan nilai pokok dana Abadi sehingga tidak terjadi penyusutan (jaminan keutuhan).
2.      Aspek Kemanfaatan/Produktifitas; yaitu investasi dari dana Abadi tersebut harus bermanfat dan produktif yang mampu mendatangkan hasil atau pendapatan yang dijamin kehalalannya (incoming gererating allocation), karena dari pendapatan inilah pembiayaan kegiatan  dan program organisasi wakaf dilakukan.
            Mengacu pada model dana Abadi tersebut, konsep dan strategi wakaf tunai dapat diberlakukan dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan. Dalam implementasi operasionalnya, wakaf tunai yang menggunakan konsep dan straregi dana Abadi dapat menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai ( SWT ) dengan nominal yang berbeda sesuai dengan kemampuan target dan sasaran yang hendak dituju. Disinilah letak keunggulan dan efektifitas wakaf tunai yang dapat menjangkau berbagai segmen masyarakat yang hiterogen. Dengan konsep dan strategi tersebut paling tidak tedapat empat manfaat yang diperoleh di antaranya:
1.      Wakaf tunai jumlah dan besarannya dapat bervariasi sesuai dengan kemampuan, sehingga calon wakif yang mempunyai dana terbatas dapat mewakafkan harta bendanya sesuai dengan tingkat kemampuannya.
2.      Melalui wakaf tunai aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong yang tidak produktif dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan model pembangunan gedung pendidikan, rumah sakit serta sarana umum masyarakat yang bermanfaat luas.
3.      Dana wakaf tunai juga dapat disalurkan ke berbagai fihak yang membutuhkan dengan melakukan verifikasi skala kebutuhan secara kongkrit dan valid, sehingga tepat sasaran sesuai dengan asas kemanfaatan dan kebutuhan yang mempunyai nilai kemaslahatan luas.
4.      Dengan dana wakaf Tunai yang dikelola secara profesional dapat  menumbuhkan kemandirian umat Islam untuk mengatasi problem sosial masyarakat muslim tanpa harus menaruh ketergantungan yang tinggi pada dana bantuan negara atau pihak asing.    
               Upaya konkrit yang dapat dilakukan agar wakaf tunai dapat berkembang, familier, diserap dan dipraktekkan masyarakat secara luas yang perlu diperhatiakan adalah :
1.      Konsep dan Strategi dalam menghimpun dana ( fund rising ) yaitu bagaimana wakaf tunai tersebut dimobilisasi secara maksimal dengan memperkenalkan produk Sertifikat Wakaf Tunai yang besarannya disesuaikan dengan segmentasi sasaran yang akan dituju.
2.      Pengelolaan Dana dari Wakaf Tunai harus mempertimbangkan aspek produktifitas kemanfaatan dan keberlanjutan dengan memperhatikan tingkat visibelitas dan keamanan investasi, baik investasi langsung dalam kegiatan sektor riil produktif maupun dalam bentuk deposito pada bank syari’ah, investasi penyertaan modal ( equty invesment ) melalui perusahaan modal ventura dan investasi portofolio painnya.
3.      Distribusi hasil kepada penerima manfaat ( beneficaries ) dapat diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat dalam skala prioritas sesuai dengan orientasi dan tujuan wakif baik berupa penyantunan ( charity ), pemberdayaan ( empowerment ), invertasi sumber daya insani ( human investment ), maupun investasi infra struktur  (infra struktur invesment ). Pilihan-pilhan tersebut tentunya dengan memperhatikan ketersediaan dana dari hasil wakaf tunai yang dikelola.

8.      POTENSI WAKAF TUNAI
            Wakaf uang, dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Karena uang di sini tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar menukar saja, lebih dari itu ia merupakan komoditas yang siap memproduksi dalam hal pengembangan yang lain. Oleh sebab itu, sama dengan jenis komoditas yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat memunculkan sesuatu hasil yang lebih banyak.
            Uang, sebagai nilai harga sebuah komoditas, tidak lagi dipandang semata mata sebagai alat tukar, melainkan juga komoditas yang siap dijadikan alat produksi. Ini dapat diwujudkan dengan misalnya, memberlakukan sertifikat wakaf uang yang siap disebarkan ke masyarakat. Model ini memberikan keuntungan bahwa wakif dapat secara fleksibel mengalokasikan hartanya dalam bentuk wakaf.Demikian ini karena wakif tidak memerlukan jumlah uang yang besar untuk selanjutnya dibelikan barang produktif. Juga, wakaf seperti ini dapat diberikan dalam satuan satuan yang lebih kecil.
 Wakaf uang juga memudahkan mobilisasi uang di masyarakat melalui sertifikat tersebut karena beberapa hal Pertama, lingkup sasaran pemberi wakaf (waqif) bisa menjadi luas dibanding dengan wakaf biasa. Kedua, dengan sertifikat tersebut, dapat dibuat berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju yang dimungkinkan memiliki kesadaran beramal tinggi.
            Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam wakaf uang, maka umat akan lebih mudah memberikan kontribusi mereka dalam wakaf tanpa harus menunggu kapital dalam jumlah yang sangat besar. Karena, meskipun sangat kecil jumlahnya, wakaf dalam bentuk uang ini masih saja dapat menerimanya, disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan wakif. Model wakaf semacam ini akan memudahkan masyarakat kecil untuk ikut menikmati pahala abadi wakaf. Mereka tidak harus menunggu menjadi ‘tuan tanah’ untuk menjadi wakif .Selain itu, tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia cukup tinggi, sehingga kita dapat optimis mengharapkan partisipasi masyarakat dalam gerakan wakaf tunai.
            Jumlah umat Islam yang terbesar di seluruh dunia merupakan aset besar untuk penghimpunan dan pengembangan wakaf uang. Jika wakaf tunai dapat diimplementasikan maka ada dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan kesejahteraan umat. Bisa dibayangkan, jika ‎‎20 juta umat Islam Indonesia mau mengumpulkan wakaf tunai senilai Rp 100 ribu setiap bulan, ‎maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24 triliun setiap tahun. Jika 50 juta orang yang ‎berwakaf, maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp 60 triliun. Jika saja terdapat 1 juta saja masyarakat muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp 100.000, per bulan maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp 100 milyar setiap bulan (Rp 1,2 trilyun per tahun). Jika diinvestasikan dengan tingkat return 10 persen per tahun maka akan diperoleh penambahan dana wakaf sebesar Rp 10 miliar setiap bulan (Rp 120 miliar per tahun). Sungguh suatu ‎potensi yang luar biasa.‎

9.      SERTIFIKASI WAKAF TUNAI

       Konsep dan strategi wakaf tunai dapat juga mengadopsi yang disesuaikan dengan kebutuhan kita rintisan inovasi sebagaimana yang dilakukan Profesor MA. Mannan yang mendirikan  SIBL (Social Investnent Bank Limited) di Banglades, SIBL memperkenalkan prodact Sertifikat Wakaf Tunai (Cash Waqf Certificate) yang pertama kali dalam sejarah perbankkan. SIBL menggalang dana dari orang kaya untuk dikelola keuntungan pengelolaannya dan disalurkan untuk tujuan maslahah ummah.
        Konsep dan strategi penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai paling tidak dapat bermanfaat  untuk  tujuan:
1.      Penggalangan tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan  sosial menjadi  modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
2.      Meningkatkan Investasi Sosial
3.      Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya (berkecukupan) mengenai tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
4.      Menciptakan Integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial, serta meningkatkan kesejahteran umat.
Persoalan yang harus segera diatasi adalah bagaimana dalam tataran implementasi penerapan Sertifikat Wakaf Tunai ini dapat applicable dan feasible diterapkan di Indonesia dengan melibatkan infrastruktur yang sudah ada sebelumnya dan menyesuaikan dengan struktur masyarakat dan kebudayan Indonesia. Dengan memperhatikan dan mengakomodasi kehawatiran sebagian kalangan terhadap penyalahgunan wakaf tunai, maka perlu dirumuskan sebuah mekanisme wakaf tunai yang menjamin keamanan dan terpeliharanya harta wakaf tunai untuk menghindari resiko pengurangan modal atau bahkan hilangnya modal wakaf tunai dalam konteks risk manajemen meskipun dana dari wakaf tunai diinvestasikan dalam usaha sektor riil.
Selain itu dengan sertifikat wakaf tunai mengubah kebiasaan lama di mana kesempatan waqaf seolah-olah hanya untuk orang-orang kaya saja. Karena sertifikat wakaf tunai seperti yang diterbitkan oleh lembaga pengelola zakat dapat terbeli oleh sebagian besar masyarakat muslim. Bahkan sertifikat tersebut dapat dibuat dalam pecahan yang lebih kecil. Dengan demikian sertifikat wakaf tunai diharapkan dapat menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial danpembangunan, dimana mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi.

Contoh Sertifikasi Wakaf:






10.  PENGELOLAAN WAKAF TUNAI
1.      Wakaf tunai dikelola Bank Syari’ah
Beberapa peran yang bisa diunggulkan bila wakaf tunai dikelola oleh bank :
a.       Jaringan kantor
b.      Kemampuan sebagai fund manager
c.       Pengalaman, jaringan informasi dan peta distribusi
d.      Citra positif
                       
            Banyak yang masih memahami bahwa dengan adanya Undang-undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 kewenangan nazhir, khsususnya nazhir wakaf uang, menjadi teramputasi, terutama dalam pengelolaan wakaf uang. Sebab, Wakaf uang dipahami harus dikelola oleh Bank Syariah. “Pemahaman ini adalah salah. Bank Syariah hanya penerima wakaf uang dan mitra nazhir dalam pengelolaan," tegas Ketua Divisi Litbang BWI Prof. Dr. Uswatun Hasanah.
            Pemahaman masyarakat ini harus diluruskan agar tidak terjadi salah paham. Jadi, pengelolaan wakaf uang di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain, sebut saja Banglades. Di Bangladesh, Bank Syariah dapat berperan sebagai pengelola alias nazhir wakaf uang. Hal ini tidak diperbolehkan di Indonesia, sebab berdasarkan ketentuan yang ada dalam UU wakaf tahun 2004 itu, bahwa Bank Syariah hanya dapat menerima wakaf uang.
            Karena itu ada istilah khusus untuk menyebut pihak penerima wakaf uang, yaitu LKS-PWU, yang merupakan singkatan dari Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang. Apa hanya menerima? Tentu saja tidak, Bank Syariah secara langsung memang tidak mengelola, tapi ia bermitra dengan nazhir dalam pengelolaan aset wakaf uang.
            Uswatun memaparkan, "Salah satu caranya yaitu dengan menginvestasikan wakaf uang tersebut dalam produk-produk perbankan syariah. Selain itu, tentu masih banyak pola-pola kemitraan yang dapat dijalin antara nazhir dengan Bank Syariah dalam rangka pengelolaan wakaf uang.

Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Wakaf Uang di Indonesia

Peran LKS sangat strategis terutama dalam pengembangan wakaf uang di Indonesia. Peran strategis ini salah satunya terkait dengan status hukum lembaga ini karena ditunjuk langsung oleh Menteri Agama sebagai lembaga berwenang dalam penerimaan wakaf uang. Hal ini disebutkan dalam UU No. 41 tahun 2004 Pasal 28 tentang wakaf yang berbunyi: “Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri”.
Menteri berwenang menunjuk lembaga keuangan syariah sebagai penerima wakaf, dengan syarat-syarat:
·         LKS harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri
·         Melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum
·         Memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia
·         Bergerak di bidang keuangan syariah
·         Memiliki fungsi titipan (wadi’ah)

            LKS memiliki peran strategis dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai yang diamanatkan oleh wakif kepada nazir. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS atau instrumen keuangan syariah berdasarkan akad syariah seperti mudharabah atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah. Sementara,  pengelolaan dana wakaf uang melalui produk-produk di luar produk syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah. Dengan cara ini dana wakaf uang umat yang terkumpul dapat terjamin keamanannya serta memberikan rasa aman bagi para wakif.
            Menteri Agama telah menunjuk 5 (lima) bank syariah, sebagai lembaga yang dapat mengembangkan dana wakaf uang, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BNI Syariah dan Bank DKI Syariah. Masyarakat luas yang ingin melakukan investasi akhirat untuk mendapatkan pahala yang terus mengalir, dapat mewakafkan danaya ke Badan Waqaf Indoensia atau Waqaf Fund Management melalui bank-bank syariah yang telah ditunjuk.

2.      Wakaf tunai dikelola Lembaga Swasta
Keunggulan yang didapat bila wakaf tunai dikelola oleh swasta:
a.       Sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.
b.      Ada kontrol langsung oleh masyarakat.
c.        Menumbuhkan solidaritas masyarakat.
            Lembaga swasta ini misalnya bergerak dibidang pendidikan. Lembaga pendidikan swasta mengelola sendiri dana yang diterima muwakif dengan sistem musyarakah atau mudharabah—tanpa mengurangi nilai aset wakaf. Selanjutnya keuntungan yang diterima didasarkan atas sistem bagi hasil, diterima oleh lembaga pendidikan sebagai keuntungan usaha dan diterima wakaf tunai sebagai tambahan aset. Dari tambahan aset wakaf tunai tersebut bisa digunakan membantu masyarakat dalam bentuk wakaf pula.



11.  WAKAF UANG DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

            Wakaf merupakan ibadah yang berdimensi ganda, selain untuk menggapai keridhaan serta pahala dari Allah, wakaf merupakan ibadah yang berdimensisosial. Dalam sejarah islam, wakaf banyak digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Dalam manajemen modern saat ini, wakaf diintergrasi dengan berbagai sistem modern telah ada, terutama terkait dengan wakaf uang saat ini tengah digencarkan di Indonesia berdasarkan UU No.41 Tahun 2004, penerimaan dan pengelolaan wakaf uang dapat diintegrasikan dengan lembaga keuangan syariah. Dalam wakaf uang, wakif tidak boleh langsung menyerahkan mauquf yang berupa uang, tapi harus melalui LKS, yang disebut LKS Penerima Wakaf Uang (PWU). Dalam system pengelolaan wakaf uang tidak banyak berbeda dengan wakaf tanah atau bangunan.
            Dalam pasal 34 amandemen UUD 1945 dikatakan, “Bahwan Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan kemartabatan manusia”. Berdasarkan amandemen UUD 1945 tersebut secara eksplisit bahwa Negara harus mampu memberdayakan masyarakat. Terminologi pemberdayaan adalah membantu masyarakat agar mereka mampu menjadi mandiri dalam mensejahterahkan dirinya sendiri.
            Wakaf uang sebagai suatu gerakan baru dalam dunia perwakafan terutama di Indonesia mampu mengambil yang signifikan dalam merancang program-program pemberdayaan masyarakat. Sebab tugas memberdayakan masyarakat bukanlah tugas pemerintahan semata, namun setiap elemen masyarakat harus turut serta dalam memberdayakan masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan sistem perwakafan, hal ini sesuai dengan UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf yang telah mengamanatkan Badan Wakaf Indonesia agar menegelola harta benda wakaf berskala nasional dan internasional. Sifat utama perwakafan mengharuskan kekal dan abadi pokok hartanya, lalu dikelola dan hasilnya disalurkan sesuai dengan peruntukannya sangat sesuai dan selaras dengan program system jaminan sosial atau asuransi. Dalam perwakafan, pihak wakif dapat menentukan peruntukan hasil pengeloaan harta wakaf.
            Dalam ketentuan undang-undang terdapat dua model wakaf uang, yaitu wakaf uang yang untuk jangka waktu tertentu dam wakaf uang untuk selamanya. Wakaf uang jangka waktu tertentu haruslah diinvestasikan ke produk perbankan agar lebih aman dan memudahkan pihak wakaf dalam meneriman uangnya kembali pada saat jatuh tempo.
            Seorang wakif dapat menetapkan jenis peruntukkan harta wakaf, misalnya untuk pemberdayaan komunitas secara integral. Seperti pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan kesehatan, pemberdayaan sosial, pemberdayaanekonomi suatu komunitas. Bentuk pemberdayaan pendidikan misalnya dapat berupa pendirian sekolah gratis dengan kualitas mutu terjamin atau bantuan uang sekolah dan peralatan sekolah dengan tetap mempertahankan kesehatan guru. Sementara pemberdayaan kesehatan dapat berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis bagi masyarakat kurang mampu.
            Kemudian pemberdayaan sosial dapat berupa pelatihan kerja dan kewirausahaan bagi pengangguran atau anak jalanan. Selain itu pemberdayaan sosial dapat pula program penanganan dan rehabilitasi remaja bermasalah(narkoba, premanisme, dsb).

12.  PERBEDAAN WAKAF DENGAN SHADAQAH/HIBAH
·         Wakaf menurut istilah syara’ ialah menahan harta benda tertentu yang dapat diambil manfaatnya sedangkan bendanya masih tetap, dan benda itu diserahkan kepada badan/orang lain dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dan benda tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Atau Wakaf ialah menahan suatu benda yang kekal zatnya, yang dapat diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan.

Dasar Hukum Wakaf:

Firman Allah SWT:
 dan perbuatlah kebajikan, supaya kamumendapat kemenangan” (Al Hajj:77)
 “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Ali Imran:92).

Sabda Rasulullah Saw:
            “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah Saw “Apakah perintahmu kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang aku dapat ini?” jawab beliau “Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya.” Lalu dengan petunjuk beliau itu Umar sedekahkan manfaatnya dengan perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh diwariskan (diberikan), dan tidak boleh dihibahkan,” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

·         Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu.



·         Hibah ialah pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat akad hibah dinyatakan.

Dasar Hukum Sedekah:
            Hibah adalah seperti hadiah, Hukum hibah adalah mubah ( boleh ), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut : Artinya : “Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda “siapa yang diberi kebaikan oleh saudaranya dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya”. (HR. Ahmad)

            Karena keduanya merupakan perbuatan baik yang di anjurkan untuk dikerjakan. Firman Allah SWT:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(Q.S. Al-Imran:92)

Perbedaan Wakaf dengan Shadaqah/Hibah
Wakaf
Shadaqoh  atau hibah
Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada orang lain
Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada pihak lain
Hak milik atas barang dikembalikan kepada Allah.
Hak milik atas barang diberikan kepada penerima Shadaqah/ hibah.
Objek wakaf tidak boleh diberikan atau dikembalikan kepada pihak lain.
Objek Shadaqah hibah boleh diberikan atau dijual kepada pihak lain.
Manfaat barang biasanya dinikmati untuk kepentingan sosial.
Manfaat barang dinikmati oeh penerima Shadaqah.
Objek wakaf biasanya kekal zatnya.
Objek Shadaqah/ hibah tidak harus kekal zatnya.
Pengelolaan objek wakaf  diserahkan kepada administrator yang disebut nadzir/ mutawalli.
Pengelolaan objek shadaqah/ hibah diserahkan kepada sipenerima.

13.  BADAN WAKAF INDONESIA (BWI)
A.    Pengertian BWI
            Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47, adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia.
            Dalam Undang-Undang Wakaf ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga yang berkedudukan sebagai media untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan Nasional. Disamping itu, dalam Undang-Undang wakaf juga ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat Independen dalam melaksanakan tugasnya serta bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat.
            Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di provinsi atau bahkan kabupaten atau kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam penjelasan Undang-Undang ditetapkan bahwa pembentukan perwakilan Badan wakaf Indonesia didaerah dilakukan setelah Badan Wakaf Indonesia berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.
            Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan, masing-masing dipimpin oleh oleh satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia. Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 orang dan paling banyak 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat. Badan Wakaf Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu selain dari persyaratan pokok. Adapun syarat-syarat pokok bagi calon anggota Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan Undang-Undang yakni:
a.       Warga Negara Indonesia
b.      Beragama Islam
c.       Dewasa
d.      Amanah
e.       Mampu secara jasmani dan rohani
f.       Tidak terhalang melakukan perbuatan hokum
g.      Memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah
h.      Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional


B.     Tugas dan Fungsi BWI
            Tugas Badan Wakaf Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun2004 tentang Wakaf yang dapat dibedakan menjadi tiga yakni yang pertama bahwasannya tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan Nazhir yaitu pangangkatan, pemberhentian, dan pembinaan Nazhir. Kedua, tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan Objek Wakaf yang berskala Nasional atau Internasional, serta pemberian persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Ketiga, tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan pemerintah, yaitu memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.

Tugas-tugas Badan Wakaf Indonesia adalah:
·         Melakukan pembinaan terhdap Nazhir (pengelola wakaf) dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
·         Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
·         Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf.
·         Meberhentikan dan mengganti Nazhir.
·         Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
·         Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, BWI melakukan beberapa langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam PP No.4/2006 Pasal 53, yaitu:
·         Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan hokum
·         Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf
·         Penyediaan fasilitas proses sertifikasi wakaf
·         Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf

            Tugas-tugas itu, tentu tak mudah diwujudkan. Jadi, dibutuhkan profesionalisme, perencanaan yang matang, keseriusan, kerjasama, dan tentu saja amanah dalam mengemban tanggung jawab. Untuk itu, BWI merancang visi dan misi, serta strategi implementasi. Visi BWI adalah “Terwujudnya lembaga independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan internasional”. Sedangkan misinya yaitu “Menjadikan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan masyarakat”.

            Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang bersifat nasional, selain bertugas mengkoordinasikan para nazhir Badan Wakaf Indonesia pun memprakarsai kerja sama antar nazhir, dengan demikian mereka dapat saling tolong menolong dalam pengelolaan wakaf.

            Adapun strategi untuk merealisasikan Visi dan Misi Badan Wakaf Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan wakaf Indonesia, baik nasional maupun internasional.
2.      Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
3.      Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
4.      Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan dan pengembangan harta wakaf.
5.      Mengkoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf.
6.      Menertibkan pengadministrasian harta benda wakaf.
7.      Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
8.      Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang berskala nasional dan internasional.

            Untuk merealisasikan visi, misi dan strategi tersebut, BWI mempunyai 5 divisi, yakni Divisi Pembinaan Nazhir, Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, Divisi Kelembagaan, Divisi Hubungan Masyarakat, dan Divisi Peneltian dan Pengembangan Wakaf.

C.    Pembiayaan, Ketentuan Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
            Pemerintah berkewajiban dalam membantu hal pembiayaan operasional Badan Wakaf Indonesia. Pembiayaan Badan Wakaf Indonesia di bebankan kepada Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) selama 10 Tahun pertama melalui departemen agama, dan dapat diperpanjang.
            Walaupun pembiayaan operasional Badan Wakaf Indonesia dibebankan kepada pemerintah yakni dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) namun Badan Wakaf Indonesia berkewajiban pula mempertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia yang dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri. diumumkan kepada masyarakat.
            Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur seluruhnya oleh Badan Wakaf Indonesia.
























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Wakaf tunai merupakan salah satu inovasi masyarakat muslim yang perlu disosialisakan kepada umat Islam secara menyeluruh. Pemanfaatan harta wakaf kalau bisa dimaksimalkan akan memberikan kontribusi yang tinggi kepada masyarakat seperti apa yang di praktikkan oleh Turki modern , Mesir, India, Pakistan, Iran, Singapura dan banyak negara lainnya.
Pengembangan wakaf tunai memiliki nilai ekonomi yang strategis. Dengan dikembangkannya wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah keunggulan, di antaranya adalah sebagai berikut: Pertama, wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya atau tuan tanah terlebih dahulu, sehingga dengan program wakaf tunai akan memudahkan si pemberi wakaf atau wakif untuk melakukan ibadah wakaf. Kedua, melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flow-nya kembang-kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
Keempat, pada gilirannya, insya Allah, umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas. Kelima, dana wakaf tunai bisa memberdayakan usaha kecil yang masih dominan di negeri ini. Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para pengusaha tersebut dan bagi hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial, dsb. Keenam, dana wakaf tunai dapat membantu perkembangan bank-bank syariah, khususnya BPR Syariah. Keunggulan dana waqaf, selain bersifat abadi atau jangka panjang, dana wakaf adalah dana termurah yang seharusnya menjadi incaran bank-bank syariah. Dengan adanya lembaga yang concern dalam mengelola wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan.

SARAN DAN PESAN
            Untuk menggerakkan kegiatan perwakafan, khususnya Wakaf Tunai perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat. Wakaf Tunai memilki dampak positif kepada masyarakar, salah satunya untuk membantu perekonomian masyrakat kurang mampu. Jadi marilah kita berwakaf, kita tidak harus menjadi orang kaya atau juragan Tanah untuk berwakaf. Dengan Uang yang kita miliki sebanyak atau sedikitpun kita bisa berwakaf. Berwakaf merupakan tabungan kita di akhirat dan salah satu sumber kebahagiaan di Dunia.


REFERENSI
           
            Hari/Tanggal: Rabu, 29 Oktober 2014
Hari/Tanggal: Jum’at 31 Oktober 2014

Hari/Tanggal: Sabtu, 01 November 2014
maliyah.uinsby.ac.id/index.php/maliyah/article/view/14/13 (Pukul 19:31)

Hari/Tanggal: Minggu. 02 November 2014
http://mizanamanah.org/waqaf/rukun-syarat-waqaf.html#sthash.a96O64jz.dpu
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2013/09/21/26901/yuk-mengenal-sejarah-wakaf-di-zaman-rasulullah-saw/#sthash.ShXbFKP5.dpuf
direktori.umy.ac.id/uploads/.../Wakaf%20Tunai-Mutmainnah%20A.ppt (Pukul 16:13)




 

Warm and Cozy Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei